Senin, 08 Juni 2009

Biduk Tak Seharusnya Retak




(Moh. Nurwahib, SP.)
“Nduk duduk sini” .”dalam sebulan ini penyakitmu kambuh hingga pingsan berapa kali ?” tanyaku pada siwaku Dea (bukan nama sebenarnya). Tidak ada jawaban hanya butiran air mata yang meleleh dipipinya. “Obatnya tidak kau minum, ya” tanyaku lagi. “Aku bingung pak” suara lirih itu ahirnya keluar, sambil menyeka air mata yang mulai membasahi pipi. “kenapa bingung, sampaikan semuanya….di sini kamu anaku” kucoba membujuk. “aku bingung pak, Ibu marah-marah terus lantaran Bapak sudah seminggu tidak pulang” jawabnya sambil tersedu. “Lho kenapa marahnya padamu” tanyaku lagi. “Selama Ibu bekerja di luar negeri (TKW) aku dianggap menutupi kelakuan Bapak” jawabnya.
Biasanya aku bias menyelesaikan permasalahan yang dialami anak-anak namun kali ini aku juga bingung. Apa yang harus kulakukan sementara si Dea terdiam sambil berlinang air matanya. Anak yang beranjak remaja itu tidak seharusnya mengetahui keburukan Bapaknya, bukankan figur ayah selayaknya menjadi kebanggaan yang ditulis di belakang nama kecil anak ?
Aku mencoba memberikan solusi walau mungkin rada basi. “selepas maghrib kamu masih ngaji ?” “masih pak”. “bagus, kamu boleh mengadu disini setiap kau mau karna disini kamu anakku, namun ada yang lebih tepat untuk kita mengadu atass gundah gulana kita, dan dijamin akan didengar” Dea hanya mengangguk sesekali menyeka air matanya. “Coba biasakan bangun malam sholat, berdoa untuk kebaikan kedua orang tuamu, jangan lupa seburuk apapun, dia tetap orang tua mu”. Kembali Dea hanya mengangguk, “Hanya Alloh yang maha bijaksana, Allohlah yang akan menyelesaikan permasalahanmu, tidak ada masalah yang tidak ada penyelesaiannya, dan jaga kesehatanmu obat harus diminum sesua aturan, jangan kau babani dirimu dengan beban penyakit….”.
Secuil cerita tentang nasib anak-anak kita, masih banyak cerita yang lain baik karena ego maumun korban program TKW, tidak ada yang salah semuanya benar, walaupun hanya kebenaran individual. Kebenaran sejati mutlak milik Alloh azza wajalla…
Keluarga merupakan taman yang mendatangkan kasih sayang, ketenangan, kedamaian dan keharmonisan. Kebahagiaan rumahtangga adalah surga kecil yang diharapkan semua orang, sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW : “Rumahku Surgaku..” .
Namun tak semudah membalik telapak tangan, selayaknya jalan menuju surga, mendayung biduk keluarga pun tak seindah berjalan melalui karper merah bertabur bunga nan harum mewangi. Tak jarang karang terjal menghadang badai petir mengiring.
Harapan akan kesempurnaan pasangan sebelum menikah sering menjadi fatamorgana, karna yang ditemui adalah gurun pasir yang gersang. Kekecewaan sering memicu hingga bayangan jangkrik bias sebesar raksasa.
Ada sebagian orang diawal pernikahan sangat mengharapkan kesempurnaan pasangannya, dalam perjalanan biduk rumahtangga, semua sifat  dan karakter asli dari pasangan tidak  diterima sebagaimana  adanya. Semua hanya berujung pada kekecewaan. Sebagian lagi menjadi tidak harmonis karena satu sama lain tidak terbuka dalam masalah-masalah kehidupan, sehingga tersumbatnya jalur jalur komunikasi menjadikan suasana rumah tangga semakin misterius.
Tatkala kita sajar begitu jauh jalan kita berberbeda, Jika cinta tak lagi bersemi indah, meski tidak bercerai secara fisik tetapi hati  antara yang satu dengan yang lain sebenarnya sudah tidak bertautan lagi.
Namu Tuhan tidak pernah menutup jalan, Dia akan selalu memberikan kebahgiaan bagi hamba yang membutuhkanya. Karena kebahagiaan, keharmonisan itu milikNYA yang akan diteteskan pada hati yang terbuka menerimanya.
Alangkah indah dunia ini ketika kita mampu memelihara keharmonisan rumah tangga kita. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya merawat cinta kasih dalam berumahtangga?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang mulai hari ini dan seterusnya penting kita perhatikan  dan senantiasa kita rawat, antara lain:
1. Ketaqwaan
Menurut Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal Al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri kehidupan.
Berangkat dari pemahaman kita tentang taqwa, maka dalam mengayuh biduk rumah tangga kita perlu senantiasa mengasah kepekaan hati kita, agar hati kita menjadi penuh dengan kesadaran dalam menjalani semua liku kehidupan kita, senantiasa waspada ketika godaan dan cobaan datang menghadang. “Aku mencintai pasanganku semata mata karena kecintaanku pada Allah.”
2. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah dua kata yang seolah sederhana namun pada kenyataannya tidak sesederhana mengucapkannya. Misal untuk para suami kadang merasa sudah memberikan kasih sayang pada istrinya padahal sang istri justru tidak merasakan apa yang dimaksud oleh suaminya dengan kasih sayang.
Yang saya maksud dengan kasih disini adalah sebuah perwujudan dari perasaan cinta kepada pasangan dengan memberikan nafkah lahir,  sedangkan sayang diwujudkan dalam bentuk nafkah batin untuk keluarga kita.
Terkadang memang terkesan seperti kurang adil jika ternyata kita baru memberi kasih tetapi belum memberi sayang. Atau sebaliknya bisa jadi kita baru memberi sayang tetapi belum dapat sepenuhnya memberi kasih pada pasangan dan keluarga kita.
3. Kesetiaan
Dalam berumah tangga kesetiaan bukanlah sekedar berdampingan, tetapi yang dimaksud dengan setia termasuk juga menjaga kemuliaan, akal, jaminan hidup, keilmuan, keselamatan jiwa dan keturunan.
4. Komunikasi
Komunikasi ibarat air bagi tumbuhan. Tanpa komunikasi cinta kita akan layu, kering dan akhirnya matilah romantisme kehidupan keluarga.
Teruslah berkreasi dalam menemukan pola komunikasi terbaik dengan pasangan dan keluarga kita, agar cinta kasih dan keharmonisan senantiasa tumbuh bagai bunga bunga nan indah dalam rumah tangga kita.
5. Keterbukaan
Ternyata dengan komunikasi saja belumlah cukup, karena bisa saja komunikasi  berlangsung tanpa keterbukaan. Namun kenyataannya keterbukaan itu tidak akan bisa lahir tanpa adanya komunikasi.
6. Kejujuran
Dalam mengayuh biduk rumah tangga kejujuran adalah faktor lain yang menjadi pilar penting untuk memelihara cinta kasih dan menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Sungguh kejujuranlah yang mengundang kebaikan itu hadir dalam rumah tangga kita. Berbohong adalah sukses jangka pendek, karena sekali ketahuan berbohong oleh pasangan kita maka secara otomatis runtuh sudah benteng kepercayaan, digantikan dengan prasangka dan kecurigaan-kecurigaan.
Semoga Allah senantiasa menjadikan cinta dan kasih saya dalam keluarga kita senantiasa segar dan harum. Hingga terwujudkan hubungan cinta dan saling berkasih sayang dengan memelihara kemesraan dalam kehidupan rumah tangga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar