Sabtu, 12 November 2011

Filosofi Garwa


Moh. Nurwahib


Senyawa merupakan hasil penggabungan antara dua unsur yang berbeda, bersatu menghasilkan sebuah zat yang sama sekali berbeda dengan unsur-unsur penyusunnya. Sebuah misal Hidrogen (H2) yang sering diidamkan sebagai bahan bakar masa depan karena ketika dioksidasi (dibakar) dengan Oksigen (O2) akan menghasilkan limbah berupa air (H2O), sebuah zat yang benar-benar berbeda dengan asal usulnya. Sebuah zat yang diharapkan akan menanggulangi green hause effect.
Sebuah kolaborasi antara Priya (prigel anggone makarya) dengan Wanita (wani ditata) dinamakan Garwa (sigare nyawa), dua individu yang memiliki peran secara kodrati yang berbeda yang dipadukan untuk saling melengkapi selayaknya antara “baut dan mur” yang kemanfaatanya tergantung pada erat pelukan diantara keduanya. Keeratan pelukan antara mur dan baut itu yang mengakibatkan keduanya digunakan untuk mengikat sambungan yang dinamis yang tidak memungkinkan digunakannya paku atau sindik (pasak).
Bagaimanapun dasar mereka berikatan ionic bonding (serah terima electron valensi) ataupun covalent bonding (pemakaian electron valensi bersama), figur priya (ion positif) tetap di depan dan wanita (ion negatif) pun tetap harus dibelakang.  Diantara 109 lebih unsure hanya Hidrogen (H) yang mau didepan atau dibelakang yang lain semua yang biasa diberi ahiran ida tetap harus dibelakang, walaupun dasar ikatan mereka adalah pemakaian bersama walaupun iuran elektronnya untuk menuju kesempurnaan octet lebih banyak, karena secara kodrati ia dibelakang.
Secara harfiah memang sungguh kejam dimana pria diposisikan selalu menjadi sang kapten, tetapi dari sisi lain posisi akan selalu berimplikasi dengan tanggung jawab. Wanita sebagai penjaga gawang harus selalu berada dibelakan sebagai benteng terahir dalam pembentukan karakter generasi sehingga diharapkan tidak sering kebobolan.
Istilah emansipasi sering menjadi alasan untuk menuntut kiper maju ke depan, namun apakan istilah emansipasi berlaku ketika berada di bus yang berdesakan dengan kondisi “angkat pantat tempat duduk lenyap”.
Kekompakan dan saling mengisi ini menjadi kekuatan biduk berumah tangga antara pria (suami) dan wanita (istri), selayaknya melebihi keompakan antara pemegang ekor dan kepala Barongsae, coba kalau mereka berjalan sendiri-sendiri. Tiadalah mungkin biduk melaju tatkala dayung berbeda arah, tiadalah bahtera berlayar tanpa tujuan yang pasti. Cita-cita bersama, keinginan yang sama tiada akan terwujud tanpa dasar mardholillah. Tiada yang kuasa dan tiada yang menguasai, tiada yang mengalah dan tiada yang dikalahkan.
Suami diposisikan didepan adalah bertanggung jawab atas segala perlindungan keamanan jiwa dan raga serta pemenuhan nafkah baik lahir maupun batin yang berupa ruhani dan keilmuan serta kemulyaan terhadap anggota keluarga.
Penyimpangan dari kondrat hakiki ikatan keluarga sering menimbulkan gesekan-gesekan yang sebenarnya lucu untuk dirasakan, coba saja kalau pemegang kepala barongsae menghadap kebelakang, atau kiper harus menggiring bola ke gawang lawan.
Sering manusia menggunakan logika hubungan timbal balik, namun sebenarnya hukum hubungan timbal balik langsung itu hanya ada dipelajaran matematika. Dialam nyata hubungan itu aneh, akan kah kita melihat kambing memakan harimau, dan tidak sepantasnya kita mengharap balas budi dari pengemis. Kiranya hanya kepada Alloh kita meminta belas kasihan atas segala kebaikan yang mungkin pernah kita lakukan.
Namun diantara logika berfikir kita yang seolah masuk akal,  Alloh sering memberikan contoh anomaly, karena sesungguhnya tidak ada yang tidak mungkin bagiNYA. Apakah diri kita  tergolong anomaly? selayaknya berserahdiri kepada Alloh dzat yang maha kuasa lagi bijak.
Sehingga diharapkan ikatan itu akan kekal abadi tidak hanya kampai kaken atau ninen melainkan lestari dunia dan ahirat.
Semoga Alloh meridhoi usaha menjadi suami/Ayah yang mampu dibanggakan oleh Istri maupun anak keturunan kita. Dan semoga Alloh meridhoi usaha menjadi Istri/Ibu yang mampu menjaga generasi dari sunami peradaban.
Semoga Alloh menetesi hati kita dengan rahmadnya sehingga keberadaan kita akan bermanfaat bagi sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar