(Moh. Nurwahib, SP.)
“Nduk duduk sini” .”dalam
sebulan ini penyakitmu kambuh hingga pingsan berapa kali ?” tanyaku pada siwaku
Dea (bukan nama sebenarnya). Tidak ada jawaban hanya butiran air mata yang
meleleh dipipinya. “Obatnya tidak kau minum, ya” tanyaku lagi. “Aku bingung
pak” suara lirih itu ahirnya keluar, sambil menyeka air mata yang mulai membasahi
pipi. “kenapa bingung, sampaikan semuanya….di sini kamu anaku” kucoba membujuk.
“aku bingung pak, Ibu marah-marah terus lantaran Bapak sudah seminggu tidak
pulang” jawabnya sambil tersedu. “Lho kenapa marahnya padamu” tanyaku lagi.
“Selama Ibu bekerja di luar negeri (TKW) aku dianggap menutupi kelakuan Bapak”
jawabnya.
Biasanya aku bias
menyelesaikan permasalahan yang dialami anak-anak namun kali ini aku juga
bingung. Apa yang harus kulakukan sementara si Dea terdiam sambil berlinang air
matanya. Anak yang beranjak remaja itu tidak seharusnya mengetahui keburukan
Bapaknya, bukankan figur ayah selayaknya menjadi kebanggaan yang ditulis di
belakang nama kecil anak ?
Aku mencoba memberikan
solusi walau mungkin rada basi. “selepas maghrib kamu masih ngaji ?” “masih
pak”. “bagus, kamu boleh mengadu disini setiap kau mau karna disini kamu
anakku, namun ada yang lebih tepat untuk kita mengadu atass gundah gulana kita,
dan dijamin akan didengar” Dea hanya mengangguk sesekali menyeka air matanya.
“Coba biasakan bangun malam sholat, berdoa untuk kebaikan kedua orang tuamu,
jangan lupa seburuk apapun, dia tetap orang tua mu”. Kembali Dea hanya
mengangguk, “Hanya Alloh yang maha bijaksana, Allohlah yang akan menyelesaikan
permasalahanmu, tidak ada masalah yang tidak ada penyelesaiannya, dan jaga
kesehatanmu obat harus diminum sesua aturan, jangan kau babani dirimu dengan
beban penyakit….”.
Secuil cerita tentang nasib
anak-anak kita, masih banyak cerita yang lain baik karena ego maumun korban
program TKW, tidak ada yang salah semuanya benar, walaupun hanya kebenaran
individual. Kebenaran sejati mutlak milik Alloh azza wajalla…
Keluarga
merupakan taman yang mendatangkan kasih sayang, ketenangan, kedamaian dan
keharmonisan. Kebahagiaan rumahtangga adalah surga kecil yang diharapkan semua
orang, sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW : “Rumahku
Surgaku..” .
Namun
tak semudah membalik telapak tangan, selayaknya jalan menuju surga, mendayung
biduk keluarga pun tak seindah berjalan melalui karper merah bertabur bunga nan
harum mewangi. Tak jarang karang terjal menghadang badai petir mengiring.
Harapan
akan kesempurnaan pasangan sebelum menikah sering menjadi fatamorgana, karna
yang ditemui adalah gurun pasir yang gersang. Kekecewaan sering memicu hingga
bayangan jangkrik bias sebesar raksasa.
Ada
sebagian orang diawal pernikahan sangat mengharapkan kesempurnaan pasangannya,
dalam perjalanan biduk rumahtangga, semua sifat dan karakter asli dari
pasangan tidak diterima sebagaimana adanya. Semua hanya berujung
pada kekecewaan. Sebagian lagi menjadi tidak harmonis karena satu sama lain
tidak terbuka dalam masalah-masalah kehidupan, sehingga tersumbatnya jalur
jalur komunikasi menjadikan suasana rumah tangga semakin misterius.
Tatkala kita sajar begitu
jauh jalan kita berberbeda, Jika
cinta tak lagi bersemi indah, meski tidak bercerai secara fisik tetapi hati
antara yang satu dengan yang lain sebenarnya sudah tidak bertautan lagi.
Namu
Tuhan tidak pernah menutup jalan, Dia akan selalu memberikan kebahgiaan bagi
hamba yang membutuhkanya. Karena kebahagiaan, keharmonisan itu milikNYA yang
akan diteteskan pada hati yang terbuka menerimanya.
Alangkah
indah dunia ini ketika kita mampu memelihara keharmonisan rumah tangga kita.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya merawat cinta kasih dalam berumahtangga?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang mulai hari ini dan
seterusnya penting kita perhatikan dan senantiasa kita rawat, antara
lain:
1.
Ketaqwaan
Menurut
Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal Al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan
hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati
terhadap semua duri kehidupan.
Berangkat
dari pemahaman kita tentang taqwa, maka dalam mengayuh biduk rumah tangga kita
perlu senantiasa mengasah kepekaan hati kita, agar hati kita menjadi penuh
dengan kesadaran dalam menjalani semua liku kehidupan kita, senantiasa waspada
ketika godaan dan cobaan datang menghadang. “Aku mencintai pasanganku semata
mata karena kecintaanku pada Allah.”
2.
Kasih Sayang
Kasih
sayang adalah dua kata yang seolah sederhana namun pada kenyataannya tidak
sesederhana mengucapkannya. Misal untuk para suami kadang merasa sudah
memberikan kasih sayang pada istrinya padahal sang istri justru tidak merasakan
apa yang dimaksud oleh suaminya dengan kasih sayang.
Yang
saya maksud dengan kasih disini adalah sebuah perwujudan dari perasaan cinta
kepada pasangan dengan memberikan nafkah lahir, sedangkan sayang diwujudkan
dalam bentuk nafkah batin untuk keluarga kita.
Terkadang
memang terkesan seperti kurang adil jika ternyata kita baru memberi kasih
tetapi belum memberi sayang. Atau sebaliknya bisa jadi kita baru memberi sayang
tetapi belum dapat sepenuhnya memberi kasih pada pasangan dan keluarga kita.
3.
Kesetiaan
Dalam
berumah tangga kesetiaan bukanlah sekedar berdampingan, tetapi yang dimaksud
dengan setia termasuk juga menjaga kemuliaan, akal, jaminan hidup, keilmuan,
keselamatan jiwa dan keturunan.
4.
Komunikasi
Komunikasi
ibarat air bagi tumbuhan. Tanpa komunikasi cinta kita akan layu, kering dan
akhirnya matilah romantisme kehidupan keluarga.
Teruslah
berkreasi dalam menemukan pola komunikasi terbaik dengan pasangan dan keluarga
kita, agar cinta kasih dan keharmonisan senantiasa tumbuh bagai bunga bunga nan
indah dalam rumah tangga kita.
5.
Keterbukaan
Ternyata
dengan komunikasi saja belumlah cukup, karena bisa saja komunikasi
berlangsung tanpa keterbukaan. Namun kenyataannya keterbukaan itu tidak
akan bisa lahir tanpa adanya komunikasi.
6.
Kejujuran
Dalam
mengayuh biduk rumah tangga kejujuran adalah faktor lain yang menjadi pilar
penting untuk memelihara cinta kasih dan menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga.
Rasulullah
SAW pernah bersabda :
“Senantiasalah
kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan
kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha
untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu
jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan,
dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan
selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang
pendusta.”
Sungguh
kejujuranlah yang mengundang kebaikan itu hadir dalam rumah tangga kita.
Berbohong adalah sukses jangka pendek, karena sekali ketahuan berbohong oleh
pasangan kita maka secara otomatis runtuh sudah benteng kepercayaan, digantikan
dengan prasangka dan kecurigaan-kecurigaan.
Semoga
Allah senantiasa menjadikan cinta dan kasih saya dalam keluarga kita senantiasa
segar dan harum. Hingga terwujudkan hubungan cinta dan saling berkasih sayang
dengan memelihara kemesraan dalam kehidupan rumah tangga.