Pagi
di alun-alun laksana kubangan kerbau, tubuh gantai terkapar, bangun lagi dan
terkapar lagi. Tubuh kurus berbalut pakaian serba hitam, sepatu boot, dan rambut
ala negro miskin. Terselip sebungkus obat nyamuk oles sisa pesta pora pagelaran
music semalam, bertabur bintang dan bertabur obat penakluk anjing gila.
Tubuh
lunglai tersungkur lagi sesekali teman yang sejenisnya memapah, namun apa daya
mereka juga lunglai. Sebotol sprite dan dua bungkus obat nyamuk oles telah
ditelannya semalam. Apa gerangan yang ada dibenaknya ? kegagahan kah ?
kebersamaan kah ? atau keberanian yang telah membangkitkan kreatifitas mereka
yang memang kere.
Kemiskinan
memaksa mereka untuk berkreatif ketika minuman keras harganya membumbung
tinggi, ketika narkoba mulai sulit didapat, ada beberapa alternative bagi
mereka untuk melestarikan proses penghancuran diri, bisa dengan pil anjing
gila, obat nyamuk oles, lem ban sepeda atau bahkan alcohol murni untuk mencuci
gudik.
Ketika
lelaki setengah baya menghampiringa, suara lirih terdengar bergetar menahan
marah, “Kau minum apa nak ?” tubuh lunglai itu menjawab : “ obat nyamuk oles
pak “ lelaki itu berkata lagi “ kenapa bukan obat tinggi atau obat tikus, biar
kau pandai seperti pejabat tinggi yang jadi tikus”. Tubuh lunglai itu terkapar
lagi sesekali muntah .
Inilah
bagian kegil generasi kita generasi Indonesia, diantara lubang kemiskinan
mereka mencoba untuk melestarinnya dingan budaya yang diimpornya dari kaum yang
tak mengenal Tuhan. Kaum bebas tanpa batas. Kaum yang ketika mati tidak perlu
disholatkan.
Mereka
datang laksana gerombolan gagak yang lapar, haus akan kedamaian yang kurang
dari keluarga, haus akan keramaian. Apakah semua alasan itu benar ? sebagian
besar tidak. Karna tak jarang mereka dirumah laksana anak mama.
Dalam
kondisi seperti ini siapa yang bertanggung jawab, semua pasti akan
menggelengkan kepala, Negara sendiri sedang bingung dengan ulah dirinya sediri
yang korup. Bahkan mereka sering Bangga dengan keramaian yang ia ciptakan.
Sewajarnya
kita waspada pada anak-anak kita yang rawan keracunan. Kita bimbing mereka
menikmati keindahan yang wajar bukan keindahan yang sesat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar