Minggu, 04 Desember 2011

Generasi "Indonesia" ?

Oleh : Moh. Nurwahib
Pagi di alun-alun laksana kubangan kerbau, tubuh gantai terkapar, bangun lagi dan terkapar lagi. Tubuh kurus berbalut pakaian serba hitam, sepatu boot, dan rambut ala negro miskin. Terselip sebungkus obat nyamuk oles sisa pesta pora pagelaran music semalam, bertabur bintang dan bertabur obat penakluk anjing gila.
Tubuh lunglai tersungkur lagi sesekali teman yang sejenisnya memapah, namun apa daya mereka juga lunglai. Sebotol sprite dan dua bungkus obat nyamuk oles telah ditelannya semalam. Apa gerangan yang ada dibenaknya ? kegagahan kah ? kebersamaan kah ? atau keberanian yang telah membangkitkan kreatifitas mereka yang memang kere.
Kemiskinan memaksa mereka untuk berkreatif ketika minuman keras harganya membumbung tinggi, ketika narkoba mulai sulit didapat, ada beberapa alternative bagi mereka untuk melestarikan proses penghancuran diri, bisa dengan pil anjing gila, obat nyamuk oles, lem ban sepeda atau bahkan alcohol murni untuk mencuci gudik.
Ketika lelaki setengah baya menghampiringa, suara lirih terdengar bergetar menahan marah, “Kau minum apa nak ?” tubuh lunglai itu menjawab : “ obat nyamuk oles pak “ lelaki itu berkata lagi “ kenapa bukan obat tinggi atau obat tikus, biar kau pandai seperti pejabat tinggi yang jadi tikus”. Tubuh lunglai itu terkapar lagi sesekali muntah .
Inilah bagian kegil generasi kita generasi Indonesia, diantara lubang kemiskinan mereka mencoba untuk melestarinnya dingan budaya yang diimpornya dari kaum yang tak mengenal Tuhan. Kaum bebas tanpa batas. Kaum yang ketika mati tidak perlu disholatkan.
Mereka datang laksana gerombolan gagak yang lapar, haus akan kedamaian yang kurang dari keluarga, haus akan keramaian. Apakah semua alasan itu benar ? sebagian besar tidak. Karna tak jarang mereka dirumah laksana anak mama.
Dalam kondisi seperti ini siapa yang bertanggung jawab, semua pasti akan menggelengkan kepala, Negara sendiri sedang bingung dengan ulah dirinya sediri yang korup. Bahkan mereka sering Bangga dengan keramaian yang ia ciptakan.
Sewajarnya kita waspada pada anak-anak kita yang rawan keracunan. Kita bimbing mereka menikmati keindahan yang wajar bukan keindahan yang sesat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar