Pendidikan merupakan jasa yang sekaligus merupakan proses
pembudayaan, pengertian ini berimplikasi terhadap adanya input dan output. Dalam hal ini yang menjadi input
adalah peserta didik, sarana, prasarana, dan lingkungan, sedangkan outputnya
adalah jasa pelayanan pendidikan, lulusan
atau alumni sebagai hasil proses pendidikan.
Dalam pengelolaan jasa pelayanan pendidikan, kita
mengenal beberapa karakteristik yang melekat dalam produk jasa pendidikan
tersebut, antara lain : Perishability (tidak bisa disimpan), Intangibility
(tidak berwujud), Inseparability (tidak terpisahkan), dan Variability (tidak
ada standar).
Menurut Hendry Sumurung Octavian (2005) : setidaknya
ada lima determinan produk jasa, yaitu keandalan, responsive, keyakinan, empati
dan wujud.
Keandalan
merupakan kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan
terpercaya. Setiap realisasi pelayanan Madrasah hendaknya sesuai dengan apa
yang telah dijanjikan. Selanjutnya bagaimana kondisi pelayanan dapat membantu
belajar mengajar.
Responsif
merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa secara cepat,
kecepatan waktu harus diikuti ketepatan waktu pula hingga tidak mengorbankan
kwalitas pelayanan.
Keyakinan
merupakan pengetahuan dan kompetensi guru untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan.
Empati merupakan
syarat untuk peduli, member perhatian pribadi pada pelanggan. Pada prinsipnya
setiap manusia senang bila diperhatikan orang lain. Hal ini dapat menjadi dasar
perlakuan Madrasah untuk setiap perkembangan peserta didiknya. Dalam hal ini
dukungan data administrasi yang akurat sangat diperlukan.
Berwujud
merupakan penampilan fasilitas fisik, peralatan dan personalia.
Disini diperlukan keselarasan kerja seluruh team
masyarakat madrasah yang meliputi kepala, guru serta tenaga pendidikan. Tenaga pendidik
mulai dari Tata usaha, Bendahara, Pustakawati, sekuriti sampai pesuruh mampu
memberikan dukungan yang maksimal agar kinerja guru sebagai eksekutor dalam
transfer pengetahuan serta bimbingan. Disini guru sebagai ujung tombak
sedangkan kepala dan perangkat lainnya sebagai pendukung terciptanya kondisi
yang ideal.
Dalam hal ini sangatlah dibutuhkan guru yang professional,
seperti apa guru yang professional ? .
Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan.
Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya
secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional
adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan
guru.
Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa
karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam
karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam
melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan
siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi
dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam
tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6)
melaksanakan kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri
profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak
(abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional
memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep,
menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang
dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan
tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari
dengan rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker (1992) mengemukakan bahwa
profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam
melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm
(1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping
kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen
dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy)
Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan
tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah
dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia
memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah.
Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna,
tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan
tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan
memberi obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru
tidak dapat memaksa agar siswanya jadi ”itu” atau jadi ”ini”. Siswa akan tumbuh
dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa
tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar